Selasa, 30 Oktober 2012

Sistem Informasi Akutansi



Dalam  usaha ini bergerak pada bidang toko bangunan dimana setiap usahanya hariannya yaitu menjual barang bangunan kepada konsumen atau pelanggan agar mendapatkan untung  ataupun rugi dari barang yang dibawa, di dalam kwitansi terdapat berbagai macam hal yang harus dihitung diantaranya, adalah jenis barang yang dikirim atau dipesan, jenis dan tipe barang yang dikirim. Kemudian setelah jenis barang adalah bruto atau brat kotor dari semua barang, yaitu berat barang yang akan diangkut ke dalam mobil dan berat mobil tersebut. Lalu setelah itu terdapat beberapa barang pesanan yang lainnya, kemudian netto ataupun berat bersih yang akan dimana di dapatkan barang yang di bawa dikurangkan dengan berat  mobil yang diangkut. Setelah itu terdapat harga per kg barang tersebut, kemudian di jumlahkan semua total barang yang ada. Lalu setelah diangkut barang ke konsumen dan memberikan total jumlah harga semua barang, lalu diberikan kwitansi pembayarannya dengan urutan jumlah barang yang sudah dibeli. Pemilik usaha tersebut mendapatkan modal dan keuntungan proses penjualan kepada pelanggannya. 

Selasa, 01 Mei 2012

Budaya Sebagai Warisan Yang Melekat Pada Diri Setiap Manusia

BAB I

A.  LATAR BELAKANG
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.  Pada pembahasan kali ini saya akan membahas tentang warisan budaya Palembang.

B.   TUJUAN
-        Untuk memberikan wawasan para pembaca, untuk mengetahui tentang budaya Palembang serta warisan yang melekat  pada diri setiap manusia.


BAB II
ISI


Kota Palembang adalah salah satu kota besar sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatra Selatan. Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum kemudian berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di Palembang Barat, hingga sekarang masih dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.
Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, lalu Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu.
Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kota ini memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental masyarakat Palembang.
Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.

Sejarah Kota Palembang

Secara teratur, sebelum masa NKRI pertumbuhan Kota Palembang dapat dibagi menjadi 4 fase utama:

  1. Fase Sebelum Kerajaan Sriwijaya
Merupakan zaman kegelapan, karena mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala tentara Sriwijaya membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini seperti yang tertulis pada manuskrip lama di hulu Sungai Musi merupakan penduduk dari daerah hulu Sungai Komering.

  1. Fase Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Di sekitar Palembang dan sekitarnya kemudian bermunculan kekuatan-kekuatan lokal seperti Panglima Bagus Kuning di hilir Sungai Musi, Si Gentar Alam di daerah Perbukitan, Tuan Bosai dan Junjungan Kuat di daerah hulu Sungai Komering, Panglima Gumay di sepanjang Bukit Barisan dan sebagainya. Pada fase inilah Parameswara yang mendirikan Tumasik (Singapura) dan Kerajaan Malaka hidup, dan pada fase inilah juga terjadi kontak fisik secara langsung dengan para pengembara dari Arab dan Gujarat.

  1. Fase Kesultanan Palembang Darussalam
Hancurnya Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan lama hasil dari Ekspedisi Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting di balik hancurnya Majapahit seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario Damar) dan Pati Unus merupakan tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan Palembang. Setelah Kesultanan Demak yang merupakan 'pengganti' dari Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula 'Kesultanan Palembang Darussalam' dengan 'Susuhunan Abddurrahaman Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman' sebagai raja pertamanya. Kerajaan ini mengawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu raja yang paling terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).

  1. Fase Kolonialisme
Setelah jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran yang keempat melawan Belanda yang pada saat ini turun dengan kekuatan besar pimpinan Jendral de Kock, maka Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan. Beberapa Sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan pembumihangusan bangunan kesultanan untuk menghilangkan simbol-simbol kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar, dan pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.
Kota Palembang telah dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai 'Kota Wisata Air' pada tanggal 27 September 2005. Presiden mengungkapkan bahwa Kota Palembang dapat dijadikan kota wisata air seperti Bangkok, Thailand dan Pnomh Phenh, Kamboja. Tahun 2008 Kota Palembang menyambut kunjungan wisata dengan nama "Visit Musi 2008.


BAB III
PENUTUP

                Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai budaya Sumatra Selatan dan warisan yang melekat pada diri setiap manusia, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan tema penulisan ini.
Saya banyak berharap semoga tulisan ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

KESIMPULAN
Dari pengalaman masa lalu kita, bahwa budaya Sumatra Selatan belum terlalu membudaya. Dari sebagian kita mungkin memang telah menganut budaya Sumatera Selatan dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, maupun masyarakat. Akan tetapi, kita jarang membudanyakannya.serta jarang di gunakan atau di pahami .

SARAN
Mewujudkan budaya memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua. Yang paling utama, tentu saja, adalah adanya niat untuk memahami nilai-nilai budaya sunda dan mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya dan jangan sampai meninggalkannya atau melupakannya


Budaya Sebagai Warisan Yang Melekat Pada Diri Setiap Manusia

Adat dan Budaya Palembang (Pemberian Gelar Datuk)


 Menyoal fenomena adanya rencana Lembaga Adat Sumatera Selatan memberikan gelar Datuk Pengayom Seri Setia Amanah kepada Bapak Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka lounching Visit Musi 2008 pada 5 Januari 2008 mendatang yang merupakan kali kedua Lembaga Adat Sumatera Selatan mengatas namakan masyarakat adat Sumatera Selatan memberikan gelar, setelah sebelumnya pada 16 November 2007 lalu, Sri Sultan Hamengkubuwono X dianugerahi gelar Datuk Pengayoman Seri Wanua oleh Lembaga Adat Sumatera Selatan.Pemberian gelar adat merupakan salah satu bentuk manifestasi masyarakat adat suatu tempat dalam bersopan santun. Dan sudah sewajarnya dalam menerima tamu, kita senantiasa mengindahkan dan menghormati tamu dengan tata cara adat sopan santun yang mencakup tata krama dan adat istiadat setempat yang masih lazim berlaku.

Adat sopan santun menerima tamu tercermin dari cara berpakaian, cara menyapa, cara menerima tamu, dan sebagainya, termasuk seremoni pemberian gelar adat kalau memang dikehendaki. Namun khusus pemberian gelar adat ini, timbul seribu satu pertanyaan, sejauh mana kapasitas dan kapabilitas suatu lembaga adat seperti Lembaga Adat Sumatera Selatan dapat memberikan anugerah gelar adat kepada seseorang. Apakah Lembaga Adat Sumatera Selatan tersebut sudah betul-betul representativ mengeluarkan dan memberikan gelar-gelar adat untuk mengatasnamakan masyarakat adat setempat yang realitasnya sangat beragam dan kaya etnisitas seperti Sumatera Selatan. Sementara pemberian gelar-gelar adat seperti yang telah dilakukan dan akan dilakukan kembali oleh Lembaga Adat Sumatera Selatan disinyalir sangat mengada-ada dan di luar tradisi normal.

Ironisnya referensi penamaan gelar yang diberikan nyaris sama sekali tidak menggambarkan dan tidak mencerminkan identitas sepenuhnya akan nilai-nilai kesatuan adat istiadat yang ada dan masih terpelihara secara baik di Sumatera Selatan. Sehingga terkesan, tindakan dan perlakuan Lembaga Adat Sumatera Selatan yang telah berani memberikan gelar-gelar adat kepada tokoh-tokoh nasional sekaliber Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sultan Hamengkubuwono X dan tidak menutup kemungkinan kepada tokoh-tokoh masyarakat lainnya dikemudian hari, sesungguhnya sudah sangat jauh melampaui fungsi dan peran utamanya sebagai Lembaga Masyarakat Adat Sumatera Selatan. Sekalipun hal tersebut tidak sepenuhnya dapat di persalahkan, namun tetap saja diluar tradisi dan kelaziman, bahkan cenderung terlalu mengada-ada.

Berbeda dengan pemberian gelar-gelar adat oleh institusi tradisional seperti Kesultanan Palembang Darussalam yang sejak dahulu sudah memiliki tradisi bahkan menjadi keharusan untuk simbol dan legitimasi sebuah jabatan sesuai kepangkatannya dan semua pasti memaklumi kalau institusi tradisional seperti Kesultanan Palembang Darussalam yang sudah tercatat dalam historiografi nusantara sebagai salah satu pendiri cikal bakal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga kapabilitas dan kredibilitas institusinya sebagai pusat adat istiadat dan budaya bangsa sudah sangat jelas dan mengakar sepanjang masa. Sehingga tepat apa yang dikatakan Prof.Azyumardi Azra beberapa waktu lalu : Kesultanan adalah satu diantara identitas historis suatu daerah tertentu
.

Kalaupun ada pemberian gelar-gelar adat yang sifatnya terbatas dan memang sudah menjadi tradisi masyarakat adat di Sumatera Selatan diluar insitusi budaya Kesultanan Palembang Darussalam adalah pemberian gelar adat kepada mempelai penganten maupun kepada tokoh masyarakat yang dilakukan oleh Pemangku Adat setempat. Seperti yang berlaku dalam masyarakat adat Ogan Komering Ilir ( OKI ), dimana pemberian gelar adat kepada kedua mempelai memang telah diadatkan sejak zaman kerihin oleh suku Kayu Agung yang berbahasa Kayu Agung ( bekas Marga Kayu Agung, bekas Marga Mesuji, ) dan suku Komering (bekas Marga Bengkulah). Begitu juga bagi masyarakat Ogan Komering Ulu ( OKU ), pemberian gelar adat kepada kedua mempelai penganten, telah diadatkan oleh suku Komering, Suku Daya (Buay Rawan / Jalma Daya). Termasuk juga suku Lampung, suku Aji, suku Ranau dan sebagian komunitas suku Jawa dalam masyarakat Belitang di OKU Timur.

Bila mengacu pada penetapan kebijaksanaan pembina adat Sumatera Selatan dalam menggariskan program-program strategis pembinaan adat istiadat di Sumsel setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979, tercermin dalam Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan tangal 2 Nopember 1996 No.675/SK/III/PA/1996 dan tanggal 22 Agustus 1998 No.674/SK/III/1998, yang secara tegas telah menugaskan Lembaga Adat Sumatera Selatan untuk mengumpulkan dan mengolah bahan-bahan informasi mengenai berbagai adat istiadat masyarakat Sumatera Selatan.

Pengumpulan bahan-bahan informasi itu dilakukan melalui penelitian-penelitian mengenai adat istiadat yang bersumber diantaranya dari kitab Oendang-Oendang Simboer Tjahaya yang notabene adalah mahakarya Ratu Sunuhun istri Raja Palembang VIII Pangeran Sido Ing Kenayan (1639-1650). Dengan kata lain dapat ditegaskan bahwa adat istiadat dan kebudayaan di Sumatera Selatan tidak dapat dipisahkan sama sekali dengan historisitas dan peran integrativ yang sangat besar dari Kesultanan Palembang Darussalam semasa masih sebagai sebuah entitas politik dan kekuasaan. Dan di era kemerdekaan ini, menurut sejarawan nasional dari Universitas Indonesia, DR.Anhar Gonggong, : œPeran sebuah Kesultanan di nusantara saat ini adalah sebagai institusi pemelihara adat budaya dan tradisi sekaligus simbol kekayaan khasanah budaya bangsa dan kekuatan sejarah masa silam


Jadi sejujurnya kalau kita mau berjiwa besar, bahwa lembaga atau institusi yang jauh lebih capable memberikan gelar-gelar adat dalam wilayah Sumatera Selatan kepada siapapun yang memang dianggap pantas menerimanya adalah institusi budaya seperti Kesultanan Palembang Darussalam. Bukan Lembaga Adat Sumatera Selatan. Hal ini berdasarkan pada nilai-nilai historis budaya bangsa yang telah menempatkan Kesultanan Palembang Darussalam sejak ratusan tahun lalu menjadi reflektor dan stimulator berbagai adat istiadat dan budaya yang multi etnisitas dalam wilayah Batanghari Sembilan yang kini menjelma menjadi provinsi Sumatera Selatan dan provinsi Bangka Belitung.

Saat ini adat istiadat, tradisi dan identitas bangsa sesungguhnya memiliki peran strategis dalam kehidupan nasional berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena adat istiadat masyarakat merupakan modal bangsa kita dalam menentukan corak pergaulan bangsa kita dengan bangsa lain. Sehingga tepat apa yang ditegaskan pada ketentuan umum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, Dan Lembaga Adat Dalam Pelestarian Dan Pengembangan Budaya Daerah menjelaskan bahwa Lembaga Adat adalah organisasi kemasyarakatan yang karena kesejarahan atau asal usulnya memuliakan hukum adat dan mendorong anggota-anggotanya untuk melakukan kegiatan pelestarian serta pengembangan adat dan budaya. Dalam hal ini, konteks pelestarian dan pengembangan adat dan budaya adalah adat dan budaya daerah di Sumatera Selatan yang meliputi kompilasi adat dan budaya di seluruh kabupaten/kota di Sumatera Selatan yang menggambarkan identitas kesatuan adat istiadat masyarakat Sumatera Selatan yang multi etsinisitas warisan adat istiadat dan budaya Kesultanan Palembang Darussalam.


 
http://www.wahana-budaya-indonesia.com/



Senin, 30 April 2012

DEMOKRASI PANCASILA

Nama   : Tazakka Matauch
Kelas   : 2 DB 21
NPM   : 36110840

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Penyusunan tulisan demokrasi pancasila ini dibuat Penulis dalam rangka memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan Semester 4
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Namun, Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bekasi,  Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………..     i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………..ii
BAB I  PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang………………………………………………………………………..1
1Permasalah……………………………………………………………………………..2
  1. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
Tinjauan teori………………………………………………………………3
Analisa dan pembahasan……………………………………………………4
  1. Pengertian  Demokrasi Pancasila ……………………………………….5
  2. Aspek Demokrasi Pancasila ……………………………………………5
  3. Prisip-Prinsip Demokrasi Pancasila……………………………………..6
  4. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dalam Waktu 50 Tahun…………..7
BAB III  PENUTUP
A.     Simpulan……………………………………………………………………………………8
DAFTAR PUSTAKA

Bab 1

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Apakah demokrasi itu? Apakah negara ini sudah demokrasi? Sengaja pertanyaan ini kami munculkan karena teman-teman mungkin sudah mengerti dengan pertanyaan yang kami ajukan tersebut di atas. Karena kami punya pandangan produk dan atribut yang berkaitan dengan demokrasi itu merupakan produk luar negeri. Sedangkan negara kita sendiri tidak memiliki kejelasan yang tepat tentang demokrasi itu sendiri. Lalu kalau kita melihat bentuk demokrasi dalam struktur pemerintahan kita dari level negara, provinsi, kabupaten, hingga kecamatan hampir dapat dipastikan di level ini hanya proses pembuatan kebijakan sementara kalau kita mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa negara kita mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat di level desa. Bagaimana seperti ditulis almarhum Moh. Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut. (Prijono Tjiptoherijanto dan Yomiko M. Prijono, 1983 hal 17-19). Dari gambaran di atas, kami rasa hal ini pula yang menginspirasi demokrasi pancasila yang selalu menjadi Kiblat negara kita dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau dikaji secara lebih dalam lagi. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. lain hal lagi dengan Prof. dr. Drs. Notonegoro,S.H. mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.


Pengertian Demokrasi Pancasila seperti yang dibahas sebelumnya, maka pengertian demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yakni “demos” yang artinya rakyat dan “kratos/kratein” artinya kekuasaan/ berkuasa. Jadi demokrasi kalau diartikan secara umumadalah kekuasaan ada ditangan rakyat.
Demokrasi berasal dari pengertian bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat. Maksudnya kekuasaan yang baik adalah kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sebelumnya pernah pula dibahas mengenai ciri-ciri demokrasi itu sendiri.
Dan jika kita maknai demokrasi tersebut maka Prilaku demokrasi dalam penerapannya dapat ditunjukkan dengan dengan penerapan sebagai berikut;

  1. Menjunjung tinggi persamaan,
  2. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban,
  3. Membudayakan sikap bijak dan adil,
  4. Membiasakan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan, dan
  5. Mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.



Diberbagai belahan bumi ini, ternyata persepsi demokrasi diartikan berbeda-beda, seperti yang dapat kita lihat pada penerapannya di berbagai negara, dan Indonesia pun punya pandangan tersendiri dalam memaknai dan menerapkan demokrasi tersebut dalam tatanan kenegaraan negara kesatuan Republik Indonesia. Demokrasi yang diterapkan Di Indonesia dikenal dengan nama Demokrasi pancasila.
Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Dasar Demokrasi Pancasila adalah Kedaulatan Rakyat (Pembukaan UUD ’45) Negara yang berkedaulatan – Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Keikutsertaan rakyat kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara ditentukan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, Demokrasi Pancasila berlaku semenjak Orde Baru. Demokrasi pancasila dijiwai, disemangati dan didasari nilai-nilai pancasila. Dalam demokrasi Pancasila Rakyat adalah Subjek demokrasi, yaitu rakyat sebagai keseluruhan berhak ikut serta aktif “menentukan” keinginan-keinginan dan juga sebagai pelaksana dari keinginan-keinginan itu. Keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada yang dibentuk melalui Pemilihan Umum.
Di samping itu perlu juga kita pahami bahwa demokrasi Pancasila dilaksanakan dengan bertumpu pada:

  • demokrasi yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
  • menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia;
  • berkedaulatan rakyat;
  • didukung oleh kecerdasan warga negara;
  • sistem pemisahan kekuasaan negara;
  • menjamin otonomi daerah;
  • demokrasi yang menerapkan prinsip rule of law;
  • sistem peradilan yang merdeka, bebas dan tidak memihak;
  • mengusahakan kesejahteraan rakyat; dan
  • berkeadilan sosial.

Prinsip pokok Demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat), Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas), Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah, Peradilan yang merdeka, berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya adanya partai politik dan organisasi sosial politik, karena berfungsi “Untuk menyalurkan aspirasi rakyat”
Pelaksanaan Pemilihan Umum, Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),
Keseimbangan antara hak dan kewajiban, Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain, Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
Fungsi Demokrasi Pancasila adalah:

  • Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara Contohnya:
  • ikut mensukseskan Pemilu; ikut mensukseskan Pembangunan; ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
  • Menjamin tetap tegaknya negara RI,
  • Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
  • Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
  • Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
  • Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab, Contohnya:
  • Presiden adalah Mandataris MPR; Presiden bertanggung jawab kepada MPR.

Tujuan Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia mengatur hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya.
Bagi bangsa Indonesia dalam berdemokrasi harus sesuai dengan Pancasila karena:

  • sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia;
  • meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME;
  • lebih menghargai hak asasi manusia;
  • menjamin kelangsungan hidup bangsa;
  • mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokrasi dan ke adilan sosial.

Hak-hak warga negara dalam pelaksanaan Demokrasi Pancasila di bidang politik, pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya.
Di Bidang Politik
yaitu hak yang diakui dalam kedudukannya sebagai warga yang sederajat. Oleh karena itu setiap warga negara wajar mendapat hak ikut serta dalam pemerintahan: yakni hak memilih dan dipilih, mendirikan organisasi atau partai politik, serta mengajukan petisi dan kritik atau saran.
Di Bidang Pendidikan
Untuk memahami hak warga negara dalam bidang pendidikan, perhatikanlah arti dan makna yang terkandung dalam Pasal 31 UUD 1945.
Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat pengajaran” Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional yang diatur dengan Undang-undang”
Makna isi Pasal 31 (1) UUD 1945 tersebut merupakan pengakuan bangsa Indonesia atas hak memperoleh pengajaran. Dalam hal ini berarti pemerintah dituntut untuk mengadakan sekolah-sekolah baik umum maupun kejuruan, dengan mengingat kemampuan pembiayaan dan perlengkapan lain yang dapat disediakan oleh pemerintah.
Menurut Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 mengandung maksud “Pemerintah harus mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional, sesuai dengan Undang-undang yang telah ditetapkan. Undang-undang yang mengatur Pasal 31 itu adalah UU No. 2 Tahun 1989 yang masih berlaku saat ini, sedangkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pendidikan antara lain: Peraturan Pemerintah (PP) No. 27, No. 28, 29, dan No. 30 Tahun 1990.
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 itu antara lain disebutkan fungsi Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Sedangkan tujuan Pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, y aitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Di Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, negara Indonesia menganut sistem demokrasi ekonomi; artinya perekonomian itu dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pengawasan anggota masyarakat.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.Dalam hal ini perekonomian jangan sampai jatuh ke tangan orang yang berkuasa, dan rakyat banyak yang tertindas.

http://www.pustakasekolah.com/pengertian-demokrasi-pancasila.html

Selasa, 13 Maret 2012

SEBERAPA PENTINGNYA MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BAGI MAHASISWA

Bab I
Pendahuluan 
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-nya saya masih diberi kesempatan dalam menyelesaikan makalah ini, dan saya ucapkan terima kasih kepada narasumber yang berada di dunia maya, semoga makalah ini bisa bermanfaat walau makalah ini tak sempurna dan dapat memberikan informasi yang berguna bagi kalian semua. Oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

 1.1 Latar Belakang 

Kemampuan bela negara dalam rangka upaya mempertahankan dan mengamankan bangsa dan negara perlu dimiliki oleh seluruh warga negara. Kemampuan itu harus secara dini diberikan kepada warga negara yang berhak wajib ikut serta dalam bela Negara. Pendidikan Kewarganegaraan menitikberatkan kepada kemampuan penalaran ilmiah yang kognitif dan efektif tentang bela negara dalam rangka Ketahanan Nasional sebagai geostrategi Indonesia. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan atau latihan bagi mewujudkan tujuan-tujuan tertentu. Kewarganegaraan berasal dari kata warga negara yang secara singkat berarti sekelompok manusia yang menjadi anggota suatu negara. Kewarganegaraan dalam rangka pendidikan dapat diartikan sebagai kesadaran dan kecintaan serta berani membela bangsa dan negara.

 1.2 Tujuan

Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, meningkatkan keyakinan akan ketangguhan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Ketangguhan ideologi bangsa harus didukung oleh pengamalannya. Bela negara yang dimaksud adalah sebuah tekad, sikap, semangat dan tindakan seluruh warga negara secara teratur, menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan yang harus diberikan kepada peserta didik setingkat perguruan tinggi dalam bentuk mata kuliah ”Pendidikan Kewarganegaraan”.
Dan untuk memahami seberapa pentingkah , efektifkah, maupun nilai" pancasila yang dapat diterapkan dalam kehidupan. Kemudian  Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai perjuangan , cinta tanah air dan rela berkorban bangi bangsa dan Negara.

Bab II
Isi

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses pembelajaran dalam mengkaji dan memahami sesuatu, sehingga yang sebelumnya belum tahu menjadi tahu. Jadi, secara garis besar pendidikan kewarganegaraan adalah sebuah pembelajaran untuk menjadi tahu berkaitan dengan apa, dimana, kapan, dan bagaimana untuk menjadi warga negara yang baik.

URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Lantas seberapa pentingkah Pendidikan Kewarganegaran bagi mahasiswa di Perguruan Tinggi? Mengingat seperti yang kita ketahui bersama bahwa pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) telah kita terima sejak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Kembali ke pengertian sebelumnya bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah proses pembelajaran untuk mengetahui menjadi warga negara yang baik. Di era globalisai seperti sekarang ini, dimana kita semakin dekat dengan pintu gerbang pasar bebas, arus informasi datang hampir tak terkendali. Menurut saya, penting sekali Pendidikan Kewarganegaraan di kalangan mahasiswa sebagai bagian dari warga negara selain menjadi sarana menambah pengetahuan mengenai kewajiban dan hak -hak warga negara juga dapat menjadi titik tolak rasa mencintai terhadap tanah air, apalagi mahasiswa yang kebanyakan orang menyebutnya kaum intelektual harus memiliki pengetahuan kebangasaan dan wawasan nusantara yang luas sebagai calon penerima estafet kepemimpinan bangsa. Bahkan bila perlu tidak hanya mahasiswa tetapi para calon pejabat, caleg atau capres, mungkin perlu diadakan uji pendidikan kewarganegaraan dan wawasan nusantara, sehingga kelak jika terpilih lebih mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada golongan atau bahkan dirinya sendiri.
Kembali ke pembahasan awal, dengan diadakannya mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat membentuk kepribadian dan karakter (personality and character building) mahasiswa yang sesuai dengan pancasila. Kepribadian ini perlu dan penting untuk menghadapi segala kemungkinan di era globalisasi, b aik itu ancaman
dari luar maupun dari dalam, karena di era globalisasi dan informasi ini memiliki arus perubahan yang sangat deras sehngga dibutuhkan pribadi -pribadi yang unggul, pribadi yang aware and care terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga tidak mu dah terlibas perkembangan jaman. Karakter yang bersesuaian dengan pancasila juga sangat
dibutuhkan, karakter pejuang, karakter yang memegang teguh prinsip -prinsip berbangsa dan bernegara namun tetap mampu beradaptasi dengan lingkungan dan bersikap terbuka terhadap perubahan yang lebih baik. Dan kolaborasi antara kepribadian dan karakter yang bersesuaian dengan pancasila inilah yang menjadi tanda -tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang yang membedakannya dengan yang lain.
Dengan kenyataan seperti itu jelas sekali pentingnya Pendidikan kewarganegaraan, karena Pendidikan Kewarganegaraan tidak lain merupakan suatu sarana pendidik an yang dibutuhkan oleh negara-negara demokrasi yang baru berkembang ataupun maju untuk melahirkan generasi muda dan masyarak at luas yang mengetahui dan memahami tentang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan yang diperlukan dalam mentransformasikan,
mengaktualisasikan dan melestarikan demokrasi. Sehingga, lebih lanjut diharapkan terjadi proses regenerasi dalam estafet kepemimpinan bangsa dan negara.
Berkaitan dengan pembahasan topik ini, sudah sepantasnya jika kita memberikan apresiasi kepada pemerintah, atas perhatian pemerintah terhadap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang termaktub dalam :
a. Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 (2) menyatakan bahwa kurikulum wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan
b. Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003
Dengan adanya UU ini diharapkan dapat memberika n manfaat dan tidak diselewengkan untuk tujuan tertentu. Nilai tambah akan pentingnya Pendidikan kewarganegaraan sendiri juga terwujud dalam tujuan pembelajarannya, diharapkan dengan menerapkannya dapat melahirkan generasi-generasi muda yang :
1. Bertaqwa kepada Tuhan YME, berjiwa pancasila, sadar atas kepentingan bangsa dan negara, serta mengetahui dan memahami kewajiban dan hak-haknya sebagai warganegara
2. Mampu berpandangan luas dan bersikap terbuka terhadap perubahan
3. Mampu beradaptasi dengan lingkungan
4. Mempnyai kepercayaan diri dan kematangan emosi
5. Taat pada norma-norma dan etika yang berlaku
6. Mampu berpikir kritis dan obyektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi
7. Dll

Bab III
Penutup
Kesimpulan dan Saran

Pada akhirnya, Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan membentuk moral para mahasiswa, agar meskipun mereka telah memiliki keilmuan yang tinggi, mereka tetap terjaga sebagai warga Negara Indonesia yang baik. Jangan sampai seseorang yang memiliki keilmuan yang tinggi tersesat dan salah jalan, sebab orang yang berilmu tinggi namun salah jalan akan menjadi sangat berbahaya bagi sekitarnya. Namun apabila seseorang berilmu tinggi memiliki kepribadian yang baik, dan memiliki rasa kebangsaan, maka orang itu akan menjadi sangat berguna bagi bangsa dan negara. Dengan hadirnya generasi-generasi penerus yang berkeilmuan tinggi dan berwawasan kebangsaan yang tinggi, tentunya bangsa Indonesia akan menjadi maju. Generasi semacam inilah yang diharapkan muncul dari para mahasiswa yang sedang menimba ilmu. Oleh karena itu, selain mendalami ilmu yang sedang ditekuni, perlu diberikan rambu-rambu moral yang tertuang dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yang ditujukan untuk memberikan panduan bersikap bagi mahasiswa yang nantinya akan terjun ke lapangan. Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan mutlak diperlukan bagi mahasiswa



REFERENCES:
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/paradigma -pendidikan-kewargaan/
http://civicjogja.blogspot.com/2008/12/urgensi -pendidikan-kewarganegaraan-di.html