Selasa, 01 Mei 2012

Budaya Sebagai Warisan Yang Melekat Pada Diri Setiap Manusia

BAB I

A.  LATAR BELAKANG
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.  Pada pembahasan kali ini saya akan membahas tentang warisan budaya Palembang.

B.   TUJUAN
-        Untuk memberikan wawasan para pembaca, untuk mengetahui tentang budaya Palembang serta warisan yang melekat  pada diri setiap manusia.


BAB II
ISI


Kota Palembang adalah salah satu kota besar sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatra Selatan. Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum kemudian berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di Palembang Barat, hingga sekarang masih dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.
Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, lalu Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu.
Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kota ini memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental masyarakat Palembang.
Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.

Sejarah Kota Palembang

Secara teratur, sebelum masa NKRI pertumbuhan Kota Palembang dapat dibagi menjadi 4 fase utama:

  1. Fase Sebelum Kerajaan Sriwijaya
Merupakan zaman kegelapan, karena mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala tentara Sriwijaya membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini seperti yang tertulis pada manuskrip lama di hulu Sungai Musi merupakan penduduk dari daerah hulu Sungai Komering.

  1. Fase Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Di sekitar Palembang dan sekitarnya kemudian bermunculan kekuatan-kekuatan lokal seperti Panglima Bagus Kuning di hilir Sungai Musi, Si Gentar Alam di daerah Perbukitan, Tuan Bosai dan Junjungan Kuat di daerah hulu Sungai Komering, Panglima Gumay di sepanjang Bukit Barisan dan sebagainya. Pada fase inilah Parameswara yang mendirikan Tumasik (Singapura) dan Kerajaan Malaka hidup, dan pada fase inilah juga terjadi kontak fisik secara langsung dengan para pengembara dari Arab dan Gujarat.

  1. Fase Kesultanan Palembang Darussalam
Hancurnya Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan lama hasil dari Ekspedisi Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting di balik hancurnya Majapahit seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario Damar) dan Pati Unus merupakan tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan Palembang. Setelah Kesultanan Demak yang merupakan 'pengganti' dari Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula 'Kesultanan Palembang Darussalam' dengan 'Susuhunan Abddurrahaman Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman' sebagai raja pertamanya. Kerajaan ini mengawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu raja yang paling terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).

  1. Fase Kolonialisme
Setelah jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran yang keempat melawan Belanda yang pada saat ini turun dengan kekuatan besar pimpinan Jendral de Kock, maka Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan. Beberapa Sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan pembumihangusan bangunan kesultanan untuk menghilangkan simbol-simbol kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar, dan pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.
Kota Palembang telah dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai 'Kota Wisata Air' pada tanggal 27 September 2005. Presiden mengungkapkan bahwa Kota Palembang dapat dijadikan kota wisata air seperti Bangkok, Thailand dan Pnomh Phenh, Kamboja. Tahun 2008 Kota Palembang menyambut kunjungan wisata dengan nama "Visit Musi 2008.


BAB III
PENUTUP

                Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai budaya Sumatra Selatan dan warisan yang melekat pada diri setiap manusia, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan tema penulisan ini.
Saya banyak berharap semoga tulisan ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

KESIMPULAN
Dari pengalaman masa lalu kita, bahwa budaya Sumatra Selatan belum terlalu membudaya. Dari sebagian kita mungkin memang telah menganut budaya Sumatera Selatan dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, maupun masyarakat. Akan tetapi, kita jarang membudanyakannya.serta jarang di gunakan atau di pahami .

SARAN
Mewujudkan budaya memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua. Yang paling utama, tentu saja, adalah adanya niat untuk memahami nilai-nilai budaya sunda dan mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya dan jangan sampai meninggalkannya atau melupakannya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar